Aurat dan Jilbab
Rasulullah bersabda: “Ada dua golongan penghuni
neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka
menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan
wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya
bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula
mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak
sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Wanita-wanita yang digambarkan Rasul dalam hadis di atas sekarang banyak
sekali kita lihat. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang mentradisi dan
dianggap lumrah. Mereka adalah wanita-wanita yang memakai pakaian tapi
telanjang. Sebab pakaian yang mereka kenakan tak dapat menutupi apa yang Allah perintahkan
untuk ditutupi.
Budaya barat adalah penyebab fenomena ini. Sebab pakaian yang “tak layak”
tersebut bukanlah merupakan budaya masyarakat Islam dan tidak pula dikenal
dalam tradisi masyarakat kita. Namun itu adalah hal baru yang lantas diterima
tanpa dikritisi. Tidak pula itu diuji dengan pertanyaan, bolehkah ini menurut
agama, atau baikkah ini bagi kita dan pertanyaan lain yang senada. Boleh jadi
karena perasaan rendah diri yang akut dan silau terhadap kemajuan barat dalam
beberapa hal akhirnya banyak di antara kita yang menerima budaya barat dengan
mata tertutup (atau sengaja menutup mata).
Namun di sana kita juga melihat fajar yang mulai terbit. Kesadaran untuk
kembali kepada budaya kita sendiri (baca: budaya berpakaian islami) mulai
tumbuh. Betapa sekarang kita banyak melihat indahnya kibaran jilbab di
mana-mana. Di kampus, di
sekolah, di pasar dan bahkan di terminal-terminal. Malah di beberapa negara
barat (Inggris dan Jerman misalnya) muslimah-muslimah pemakai jilbab tak lagi
sulit ditemukan.
Jelasnya saat ini sudah tak ada lagi larangan untuk mengenakan busana dan
pakaian yang menutup aurat. Permasalahannya, apakah jaminan kebebasan ini
kemudian segera disambut oleh para muslimah kita dengan segera kembali
mengenakan pakaian takwa itu atau tidak. Yang pasti alasan dilarang oleh si ini
dan si itu kini tak berlaku lagi.
AURAT WANITA DAN HUKUM MENUTUPNYA
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Yang menjadi dasar hal ini adalah:
1.
Al-Qur’an surat Annur :
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang
beriman: ’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya…’”
Keterangan :
Ayat ini menegaskan empat hal:
Ayat ini menegaskan empat hal:
- Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
- Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
- Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga
menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut.
Sebab jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat
perhiasan itu berada. Sekarang marilah kita perhatikan penafsiran para sahabat
dan ulama terhadap kata “…kecuali yang biasa nampak…” dalam ayat tersebut.
Menurut Ibnu Umar RA. yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan. Begitu
pula menurut ‘Atho,’ Imam Auzai dan Ibnu Abbas RA. Hanya saja beliau (Ibnu
Abbas) menambahkan cincin dalam golongan ini. Ibnu Mas’ud RA. mengatakan maksud
kata tersebut adalah pakaian dan jilbab. Said bin Jubair RA. mengatakan
maksudnya adalah pakaian dan wajah. Dari penafsiran para sahabat dan para ulama
ini jelaslah bahwa yang boleh tampak dari tubuh seorang wanita adalah wajah dan
kedua telapak tangan. Selebihnya hanyalah pakaian luarnya saja.
Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan jilbab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tapi ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.
2. Hadis riwayat Aisyah
RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian
yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata: “Hai Asma, seseungguhnya
jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang
layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan.
(HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Keterangan :
Hadis ini menunjukkan dua hal:
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
b. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
b. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh
tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita
memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan
menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban
menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua
tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Selain kedua dalil di atas masih ada dalil-dalil lain yang menegaskan akan
kewajiban menutup aurat ini:
1. Dari Al-Qur’an
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj
sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu…” (Qs. Al-Ahzab: 33).
Keterangan:
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka’bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.
Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasulullah. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan: “Yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi la bikhususis sabab).
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka’bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.
Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasulullah. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan: “Yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi la bikhususis sabab).
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang-orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.
Al-Ahzab: 59).
Keterangan:
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
2. Hadis Rasulullah, bahwasanya
beliau bersabda:
“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku
belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang
mrip ekor sapi untk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun
telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula
mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak
sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Keterangan:
Hadis ini menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yang membuka dan memamerkan auratnya. Yaitu siksaan api neraka. Ini menunjukkan bahwa pamer aurat dan “buka-bukaan” adalah dosa besar. Sebab perbuatan-perbuatan yang dilaknat oleh Allah atau Rasul-Nya dan yang diancam dengan sangsi duniawi (qishas, rajam, potong tangan dll) atau azab neraka adalah dosa besar.
Hadis ini menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yang membuka dan memamerkan auratnya. Yaitu siksaan api neraka. Ini menunjukkan bahwa pamer aurat dan “buka-bukaan” adalah dosa besar. Sebab perbuatan-perbuatan yang dilaknat oleh Allah atau Rasul-Nya dan yang diancam dengan sangsi duniawi (qishas, rajam, potong tangan dll) atau azab neraka adalah dosa besar.
SYARAT PAKAIAN PENUTUP AURAT WANITA
Pada dasarnya seluruh bahan,
model dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut
- Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
- Tidak tipis dan tidak transparan
- Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat)
- Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
- Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok.Sebab pakaian yang menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula maka maka membunyikan (menggemerincingkan ) perhiasan yang dipakai tidak diperbolehkan walaupun itu tersembunyi di balik pakaian.(Wallahu a’lam bi ashshowab) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar